HALAMAN JUDUL
MAKALAH
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III LUKA BAKAR (COMBUSTIO)
Pembimbing:
Disusun
oleh:
Ribut
Budi P
PRODI D3 KEPERAWATAN
FAKULITAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2012
|
KATA PENGANTAR
S
|
egala
puji bagi Allah SWT. Salam dan shalawat bagi junjungan kita, penghulu para
nabi, Muhammad Shalallahu Alaihi Sallam,
beserta segenap keluarga dan para sahabatnya serta pengikut setia hingga akhir
zaman. sebagaimana yang pernah diungkapkan oleh seorang ahli hikmah. "Ilmu
yang berguna," ungkapnya, "ialah yang meluas di dalam dada sinar
cahayanya dan membuka penutup hati. Seakan memperjelas ungkapan ahli hikmah
tersebut, Imam Malik bin Anas r.a. berkata, "Yang bernama ilmu itu
bukanlah kepandaian atau banyak meriwayatkan (sesuatu), melainkan hanyalah nuur
yang diturunkan Allah ke dalam hati manusia. Adapun bergunanya ilmu itu adalah
untuk mendekatkan manusia kepada Allah dan menjauhkannya dari kesombongan. Barangsiapa
yang dikaruniai ilmu oleh Allah, yang dengan ilmu tersebut semakin bertambah
dekat dan kian takutlah ia kepada-Nya, niscaya "Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat." (QS. Al Mujadilah [58] : 11).
Ilmu
Keperawatan Medikal Bedah III merupakan suatu ilmu yang mempelajari asuhan
keperawatan yang efektif pada dewasa dengan masalah kesehatan yang akut maupun
kronik dengan gangguan fungsi tubuh salah satunya adalah gangguan integumen
seperti pada makalah kami yang berjudul
“LUKA BAKAR (COMBUSTIO)”
Dengan
tersusunnya makalah ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu
Retno Setyawati, M. Kep, Sp. KMB Selaku dekan fakulitas Ilmu keperawatan
Universitas Islam Sultan Agung.
2. Ibu
Indra Triastuti, M.Kep. Selaku Kaprodi D3 Fakulitas Ilmu Keperawatan
Universitas Islam Sultan Agung.
3. Ibu
Furaida Khasanah, S. Kep, Ns. Selaku Dosen pembibing
4. Teman-teman
tercinta D3 Ilmu Keperawatan Islam Sultan Agung
Dengan keterbatasan pengetahuan
yang penulis miliki, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun.
Semoga makalah dapat bermanfaat bagi kita semua. Amiin
|
DAFTAR ISI
|
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para dokter.
Luka bakar berat menyebabkan morbiditas dan derajat cacat yang relative tinggi
dibandingkan dengan cedera oleh sebab lain. Biaya yang dibutuhkan untuk
penanganannya pun tinggi.
Di Amerika Serikat, kurang lebih 250.000 orang mengalami luka bakar
setiap tahunnya. Dari angka tersebut 112.000 penderita luka bakar membutuhkan
tindakan emergency, dan sekitar 210 penderita luka bakar meninggal dunia. Di
Indonesia, belum ada angka pasti mengenai luka bakar, tetapi dengan
bertambahnya jumlah penduduk serta indsutri, angka penderita luka bakar
tersebut makin meningkat.
Luka bakar menyebabkan kehilangan integritas kulit dan juga
menimbulkan efek sistemik yang sangat kompleks. Luka bakar biasanya dinyatakan
dengan derajat yang ditentuka oleh kedalaman luka bakar. Beratnya luka
bergantung pada dalam, luas, dan letak. Selain beratnya luka bakar, umur dan
keadaan kesehatan penderita sebelumnya merupakan factor yang sangat
mempengaruhi prognosis (R. Sjamsuhidajat, 2010).
B. Tujuan Penulisan
a.
Tujuan Umum
Mampu
menjelaskan tentang penerapan asuhan keperawatan pada anak dengan masalah
gangguan sistem integumen (combustio)
b.
Tujuan Khusus
1)
Menjelaskan konsep dasar medis
pada pasien dengan luka bakar mulai dari definisi, etiologi, klasifikasi,
patofisiologis, manifestasi, pemeriksaan diagostik, dan penatalaksanaan medik
2)
Menganalisa data serta
merumuskan diagnosa pada klien dengan luka bakar dan membuat patways luka bakar
3)
Membuat kesimpulan tentang
asuhan keperawatan pada klien dengan luka bakar
BAB II
KONSEP DASAR MEDIS
D. Definisi Luka bakar
Menurut Arif Mutaqqin (2011) Luka bakar merupakan luka yang unik
diantara bentuk luka-luka lainnya karena luka tersebut meliputi sejumlah besar
jaringan mati (escar) yang tetap berada pada tempatnya untuk jangka waktu yang
lama. Menurut Sunita Almatsia, (2004) Luka bakar adalah kerusakan jaringan
permukaan tubuh yang disebabkan oleh suhu tinggi yang menimbulkan reaksi pada
seluruh sistem metabolisme. Sedangkan menurut Pierce dan Neil, (2006) Luka
bakar merupakan respon kulit dan jaringan subkutan terhadap trauma suhu atau
termal.
Dari pendapat-pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa luka
bakar merupakan respon kulit terhadap suatu rangsangan dari luar berupa suhu
panas yang mengakibatkan kerusakan jaringan dan sitem metabolisme tubuh.
E. Etiologi luka bakar
Menurut Arif Mutaqqin (2011) Penyebabnya luka bakar dapat dibagi
dalam beberapa jenis, meliputi hal-hal berikut ini.
a.
Panas basah (luka bakar) yang
disebabkan oleh air panas (misalnya: teko atau minuman).
b.
Luka bakar dari lemak panas
akibat memasak lemak.
c.
Luka bakar akibat api unggun,
alat pemanggang, dan api yag disebabkan oleh merokok di tempat tidur.
d.
Benda panas (misalnya
radiator).
e.
Radiasi (misalnya terbakar
sinar matahari).
f.
Luka bakar listrik akibat
buruknya pemeliharaan peralatan listrik.
g.
Luka bakar akibat zat kimia,
disebabkan oleh zat asam dan basa yang sering menghasilkan kerusakan kulit yang
luas.
F. Patofisiologi
Kulit adalah organ terluar tubuh manusia dengan luas 0,025m2 pada
dewasa. Bila kulit terbakar akan terjadi peningkatan permeabilitas karena
rusaknya pembuluh darah kapiler, dan area-area sekitarnya. Sehingga terjadi
kebocoran cairan intrakapiler ke intertisial sehingga menimbulkan udem dan bula
yang mengandung banyak elektrolit.
Kulit terbakar juga berakibat kurangnya cairan intravaskuler. Bila
kulit terbakar > 20% dapat terjadi syok hipovolemik dengan gejala: gelisah,
pucat, akral dingin, berkeringat, nadi kecil, cepat, TD menurun, produksi urin
berkurang dan setelah 8 jam dapat terjadi pembengkakan. Saat pembuluh darah
kapiler terpajan suhu tinggi, sel darah ikut rusak sehingga berpotensi anemia.
Sedangkan bila luka bakar terjadi di wajah dapat terjadi kerusakan mukosa jalan
napas karena asap, gas, atau uap panas yang terhirup, oedema laring menyebabkan
hambatan jalan napas yang mengakibatkan sesak napas, takipnea, stridor, suara
parau, dan dahak bewarna gelap. Selain itu dapat juga terjadi keracunan gas CO2,
karena hemoglobin tidak mampu mengikat O2 ditandai dengan lemas,
binggung, pusing, mual, muntah dan berakibat koma bahkan meninggal dunia.
Luka bakar yang tidak steril mudah terkontaminasi dan beresiko
terkena infeksi kuman gram (+) dan (-) contohnya pseudomonas aeruginosa di
tandai dengan warna hijau pada kasa penutup luka bakar. Infeksi ysng tidak
dalam (non invasif) ditandai dengan keropeng dan nanah. Infeksi invasif
ditandai dengan keropeng yang kering, dan jaringan nekrotik.
Bila luka bakar derajat I dan II sembuh dapat meninggalkan jaringan
parut. Sedangkan pada luka bakar derajat III akan mengalami kontraktur. Pada
luka bakar berat akan dapat ditemukan ileus paralitik dan stress pada luka
bakar berat ini akan mudah mengalami tukak di mukosa lambung “tukak Curling”
dan apabila ini berlanjut kan menimbulkan ulcus akibat nekrosis mukosa lambung.
Kecacatan pada luka bakar hebat terutama pada wajah beresiko mengalami beban
jiwa yang menimbulkan gangguan jiwa yang disebut schizophrenia.
E. Manifestasi Klinik
Dalam manifestasi klinis luka bakar digolongkan dalam
pengklasifikasian. Menurut Sunita Almatsia, (2004) pengklasifikasian
luka bakar adalah sebagai berikut:
a.
Kedalaman Luka Bakar
Pengaruh
panas terhadap tubuh, di kenal dengan “derajat luka bakar” I sampai dengan III
1)
Derajat I
Adalah
luka bakar dimana terjadi kematian pada lapisan atas epidermis kulit disertai
dengan pelebaran pembuluh darah sehingga kulit tampak kemerah-merahan
2)
Derajat II
Adalah
derajat luka bakar dimana terjadi kerusakan epidermis dan dermis sedangkan
pembuluh darah dibawah kulit menumpuk dan mengeras. Selain timbul warna
kemerah-merahan pada kulit juga timbul gelembung-gelembung pada luka.
3)
Derajat III
Adalah
derajat luka bakar dimana terjadi kerusakan seluruh epitel kulit (epidermis,
dermis, kutis) dan otot pembuluh darah mengalami nombisit.
b.
Luasnya Luka Bakar
Menurut
Sunita Almatsia, (2004) Luasnya luka bakar merupakan luasnya permukaan tubuh
yang terkena panas. Luka bakar dinyatakan dalam persen luas tubuh untuk dewasa,
perkiraan luas tubuh yang terkena didasarkan pada bagian tubuh yang t yang
terkena menurut “rumus 9” (rule of nine) yang dikembangkan walace
(1940), yaitu:
1)
Kepala 9 %
2)
Tubuh bagian depan 18%
3)
Tubuh bagian belakang 18%
4)
Ekstremitas atas 18%
5)
Ekstremitas kanan 18%
6)
Ekstremitas kiri 18%
7)
Organ genital 1%
Total 100%
F. Pemeriksaan penunjang
Menurut Marylin E. Doenges, (2000) Pemeriksaan penunjang yang dapat
di lakukan pada pasien dengan luka bakar adalah:
a.
LED: mengkaji hemokonsentrasi.
b.
Elektrolit serum mendeteksi
ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Initerutama penting untuk memeriksa
kalium terdapat peningkatan dalam 24 jampertama karena peningkatan kalium dapat
menyebabkan henti jantung.
c.
Gas-gas darah arteri (GDA) dan
sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal, khususnya pada cedera inhalasi asap.
d.
BUN dan kreatinin mengkaji
fungsi ginjal.
e.
Urinalisis menunjukkan
mioglobin dan hemokromogen menandakan kerusakan otot pada luka bakar ketebalan
penuh luas.
f.
Bronkoskopi membantu memastikan
cedera inhalasi asap.
g.
Koagulasi memeriksa
faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun pada luka bakar masif.
h.
Kadar karbon monoksida serum
meningkat pada cedera inhalasi asap.
i.
complete blood cell count (CBC)
j.
blood urea nitrogen (BUN),
k.
serum glucose
l.
elektrolit
m.
arterial blood gases
n.
serum protein
o.
albumin
p.
urine cultures
q.
urinalysis
r.
pembekuan darah
s.
pemeriksaan servikal
t.
kultur luka
G. Penatalaksanaan Medis
Menurut R. Sjamsuhidajat, (2010) Penatalaksanaan medis pada
penderita luka bakar sebagai berikut:
a.
Mematikan sumber api
Upaya pertama saat
terbakar adalah mematikan api pada seluruh tubuh (menyelimuti, menutup bagian
yang terbakar, berguling, menjatuhkan diri ke air).
b.
Merendam atau mengaliri luka
Setelah
sumber panas hilang adalah dengan merendam luka bakar dalam air atau menyiram
dengan air mengalir selama kurang lebih 15 menit. Pada luka bakar ringan tujuan
ini adalah untuk menghentikan proses koagulasi protein sel jaringan dan
menurunkan suhu jaringan agar memperkecil derajat luka dan mencegah infeksi
sehingga sel-sel epitel mampu berfoliferasi.
c.
Rujuk ke Rumah Sakit
Pada
luka bakar dalam pasien harus segera di bawa ker Rumah Sakit yang memiliki unit
luka bakar dan selama perjalanan pasien sudah terpasang infus.
d.
Resusitasi
Pada
luka bakar berat penanganannya sama seperti diatas . namun bila terjadi syok
segera di lakukan resusitasi ABC.
1)
Airway Management
a)
Bersihkan jalan napas dengan
tangan dan mengangkat dagu pada pasien tidak sadar.
b)
Lindungi jalan napas dengan
nasofarigeal.
c)
Pembedahan (krikotiroldotomi)
bila indikasi trauma silafasial/gagal intubasi.
2)
Breathing/Pernapasan
a)
Berikan supplement O2.
b)
Nilai frekuensi napas dan
pergerakkan dinding toraks.
c)
Pantau oksimetri nadi dan
observasi.
3)
Circulation
a)
Nilai frekuensi nadi dan
karakternya
b)
Ambil darah untuk cross match,
DPL, ureum dan elektrolit.
c)
Perawatan lokal
Untuk
luka bakar derajat I dan II bias dilakukan perawatan lokal yaitu dengan
pemberian obat topical seperti salep antiseptic contoh golongan: silver
sulfadiazine, moist exposure burn ointment, ataupun yodium providon.
4)
Pemberian cairan intravena
Untuk
pemberian cairan intravena pada pasien luka bakar bias menggunakan rumus yang
di rekomendasikan oleh Envans, yaitu:
|
Separuh
jumlah 1+2+3 diberikan 8 jam pertama sisanya 16 jam berikutnya.
Hari
kedua diberikan setengah dari jumlah cairan hari pertama.
Hari
ketiga diberikan setengah dari jumlah cairan hari kedua.
Penderita
mula-mula dipuasakan karena keadaan syok menyebabkan peristaltik usus
terhambat. Dan di berikan minum setelah fungsi usus normal kembali. Jika diuresis
pada hari ketiga memuaskan dan penderita dapat minum tanpa kesulitan, infuse
dapat dikurangi, bahkan dihentikan.
d)
Pemberian obat-obatan
Pemberian
obat seperti antibiotic spectrum luas bertujuan untuk mencegah infeksi terhadap
pseudomonas yang dipakai adalah golongan aminoglikosida. untuk mengatasi nyeri
diberikan opiate dalam dosis rendah melalui intravena.
e)
Nutrisi
Nutrisi
harus diberikan cukup untuk menutup kebutuhan kalori dan keseimbangan nitrogen
yang negatif pada fase katabolisme, yaitu sebanyak 2.500-3.000 kalori sehari
dengan kadar protein tinggi.
BAB III
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan
secara menyeluruh, semua data atau informasi klien yang di butuhkan dikumpulkan
untuk menentukan masalah keperawatan pengkajian pada klien bronkitis.
Menurut Arif Mutaqqin (2011) Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien
dengan luka bakar adalah sebagai berikut:
a.
Fase darurat luka bakar
1)
Perawatan menginventaris
data-data melalui petugas luar rumah sakit (petugas penyelamat atau petugas
gawat darurat)
2)
Bila pasien mampu berbicara
lakukan pertanyaan tentang proses dan mekanisme cedera secara ringkas dan
cepat.
b.
Tanda-Tanda Vital (TTV)
1)
Melakukan pemeriksaan secara
sering.
2)
Status respirasi, suhu dipantau
ketat.
3)
Denyut nadi apikal, karotid,
dan femoral dievaluasi.
4)
Pemantauan jantung dilakukan bila
memiliki riwayat penyakit jantung.
c.
Riwayat Kesehatan
1)
Riwayat luka bakar.
2)
Riwayat alergi.
3)
Riwayat imunisasi tetanus.
4)
Riwayat medis serta bedah masa
lalu.
d.
Intake dan Output
1)
Dipantau dengan cermat dan
diukur tiap satu jam.
2)
Mencatat jumlah urine yang
pertama kali keluar ketuka dipasang kateter untuk menentukan fungsi ginjal dan
status cairan sebelum pasien mengalami luka bakar. Urine kemerahan menunjukkan
adanya hemokromogen dan mioglobulin karena kerusakan otot.
e.
Pengkajian Fisik
1)
Head to toe.
2)
Berfokus pada tanda dan gejala,
cedera atau komplikasi yang timbul.
f.
Pengkajian Luas Bakar
1)
Mengidentifikasi daerah-daerah
luka bakar terutama derajat II dan III.
2)
Ukuran , warna, bau, eskar,
eksudat, pembentukkan abses, perdarahan, pertumbuhan epitel, penampakkan
jaringan granulasi pada luka bakar.
g.
Pengkajian Neurologik
1)
Berfokus pada tingkat kesadaran
2)
status fisiologik
3)
tingkat nyeri
4)
kecemasan
5)
perilaku
6)
pemahaman pasien dan keluarga
terhadap cedera serta penanganannya.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa adalah masalah keperawatan yang actual (yang sudah terjadi)
dan potensial (kemungkinan akan terjadi) yang dapat di tangani dengan
intervensi keperawatan.
Menurut Nanda, (2009) maka yang mungkin timbul pada penderita luka
bakar adalah:
1.
Risiko bersihan jalan napas
tidak efektif b.d. edema dan efek dari inhalasi asap.
2.
Risiko ketidakseimbangan cairan
dan elektrolit b.d. peningkatan permeabilitas kapiler dan kehilangan cairan
akibat evaporasi dari daerah luka bakar.
3.
Nyeri b.d hipoksia jaringan,
cedera jaringan, serta saraf dan dampak emosional dari luka bakar.
4.
Risiko tinggi infeksi b.d.
hilangannya barier kulit dan terganggunya respon imun.
5.
Gangguan intergritas kulit b.d.
luka bakar terbuka.
C. Rencana Asuhan Keperawatan
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan
di laksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan
yang telah di tetapkan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan klien.
Menurut
Arif Muttaqin, (2011) Intervensi untuk klien dengan gangguan luka bakar adalah
sebagai berikut:
a.
Risiko bersihan jalan napas
tidak efektif b.d. edema dan efek dari inhalasi asap.
1)
Tujuan
Dalam
waktu 1x 24 jam kebersihan jalan pasien tetap optimal
2)
Kriteria Hasil
a)
Jalan napas bersih, tidak ada
obstruksi
b)
Suara napas normal tidak ada
bunyi napas tambahan seperti stridor.
c)
Tidak ada penggunaan otot bantu
napas.
Intervensi
1.
Kaji dan monitor jalan napas
Rasional:
Deteksi
awal untuk interprestasi selanjutnya.
2.
Tempatkan pasien di bagian
resusitasi
Rasional:
Memudahkan
melakukan monitoring status kardiorespirasi dan intervensi kedaruratan.
3.
Beri oksigen 4 liter/menit
dengan kanul atau sungkup
Rasional:
Membantu
meningkatkan paO2 di cairan otak yang akan mempengaruhi pengaturab
pernapasan,
4.
Lakukan tindakkan kedaruratan
jalan napas agresif.
Rasional:
Tindakkan
ini termasuk membalikkan tubuh pasien, mendorong pasien bernapas dalam,
mengeluarkan timbunan sekret melalui penghisapan trakea.
Pengaturan
posisi tubuh pasien dapat mengurangi kerja pernapasan, meningkatkan ekspansi dada
yang maksimal, dan pemberian oksigen yang dilembabkan dapat menurunkan stres
metabolik dan oksigenasi jaringan adekuat.
5.
Bersihkan jalan napas dengan
suctioning bila kemampuan mengeluarkan sekret tidak efektif.
Rasional:
Pernapasan
menjadi adekuat bila jalan napas bersih
6.
Intruksikan pasien untuk napas
dalam dan batuk efektif
Rasional:
Pernapasan
diafragma dapat meningkatkan ekspansi paru sehingga pasien dapat melakuan
inspirasi maksimal. Batuk efektif melonggarkan mukus.
7.
Evaluasi dan monitor
keberhasilan intervensi bersihan jalan napas.
Rasional:
Memantau
status respirasi dan keberhasilan bersihan jalan napas
b.
Risiko ketidakseimbangan cairan
dan elektrolit b.d. peningkatan permeabilitas kapiler dan kehilangan cairan
akibat evaporasi dari daerah luka bakar.
1)
Tujuan
Dalam
waktu 1x 24 jam tidak terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
2)
Kriteria Hasil yang di harapkan
a)
Pasien tidak mengeluh pusing,
TTV batas normal, kesadaran potimal, urine > 600ml/hari.
b)
Keluhan diare, mual, muntah
berkurang.
c)
Hasil lab: nilai elektrolit dan
analisis gas darah normal.
intervensi
1.
Identifikasi faktor penyebab,
spesifikasi luka, luas luka bakar, kedalaman luka bakar, dan riwayat penyakit
lain.
Rasional:
Sebagai
parameter dalam menentukan intervensi kedaruratan.
2.
Kaji status dehidrasi.
Rasional:
Menentukan
jumlah cairan yang akan diberikan sesuai dengan derajat dehidrasi dari
individu.
3.
Lakukan pemasangan IVFD
(intravenous fluid drops).
Kompensasi
awal hidrasi cairan di gunakan untuk mencegah syok hipovolemik.
4.
Kaji penurunan kadar peurunan
elektrolit
Rasional:
Mendeteksi
kondisi hiponatremi dan hipokalemi sekunder dari hilangnya elektrolit dari
plasma.
c.
Nyeri b.d hipoksia jaringan,
cedera jaringan, serta saraf dan dampak emosional dari luka bakar.
1)
Tujuan :
Dalam
waktu 1x 24 jam nyeri berkurang.
2)
Kriteria hasil yang di harapkan
:
Secara
subyektif melaporkan nyaeri berkurang.
Dapat mengidentifikasi
aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri.
Intervensi :
1.
kaji nyeri dengan pendekatan
PQRST.
Rasional:
Parameter
dasar untuk mengetahui sejauh mana intervensi yang diperlukan dan sebagai
evaluasi kberhasilan intervensi manajement nyeri.
2.
Atur posisi fisiologis.
Rasional:
Meningkatkan
asupan O2 ke jaringan yang mengalami peradangan.
3.
Istirahatkan klien.
Rasional:
Meningkatkan
suplai darah pada jaringan yang mengalami peradangan.
4.
Ajarkan teknik relaksasi
pernapasan dalam.
Rasional:
Menurunkan
nyeri sekunder dari peradangan.
5.
Ajarkan teknik distraksi pada
saat nyeri
Rasional:
Memblok
reseptor nyeri untuk tidak dikirimkan ke korteks cerebri sehingga menurunkan
persepsi nyeri.
6.
Kalaborasi dengan dokter untuk pemberian
analgetik preparat morfinAjarkan teknik distraksi pada saat nyeri.
Rasional:
Memblok
lintasan nyeri sehingga menurunkan nyeri.
d.
Resiko tinggi infeksi b.d
hilangnya barier kulit dan tergangguanya respon imun.
1)
Tujuan :
Dalam waktu 7x 24 jam
tidak terjadi infeksi, terjadi perbaikan pada integritas jaringan lunak.
2)
Kriteria Evaluasi
lesi luka bakar mulai
menutup pada hari ke-7 minimal o,5 cm tanpa adanya tanda-tanda infeksi dan
peradangan pada area lesi.
Leukosit
dalam batas norma TTV dalam batas normal.
Intervensi :
1. Kaji derajat, kondisi kedalaman, luasnya lesi luka bakar, serta
apakah adanya advice dokter dalam perawatan luka.
Rasional:
Mengidentifikasi
kemajuan atau penyimpangan dari tujuan yang diharapkan.
2. Lakukan perawatan steril setiap hari
Rasional:
Menurunkan kontak
kuman ke dalam lesi
3. Pantau ketat TTV ( respiratori,
renal, atau gastrointestinal)
Rasional:
Mampu mendeteksi dengan cepat mulainya suatu infeksi.
4.
Buat kondisi balutan dalam
keadaan bersih dan kering
Rasional:
Menghindari
kontaminasi
5.
Kalaborasi penggunaan
antibiotik
Rasional:
Mencegah aktivasi yang
masuk
3)
Gangguan integritas kulit b/d
luka bakar terbuka.
a)
Tujuan :
Dalam 1x 24 ja, integritas kulit membaik secara optimal.
b)
Kriteria Hasil:
Pertumbuhan jaringan membaik dan lesi psoriasis berkurang.
Intervensi
1.
Kaji kerusakan jaringan kulit
yang terjadi pada klien.
Rasional
Data
dasar untuk memberikan informasi intervensi perawatan yang akan digunakan
2.
Lakukan perawatan luka terbuka
Rasiomal:
Kadang-kadang
luka bakar dibiarkan terbuka agar terkena udara. Dengan tetap mempertahankan
lingkungan poasien tetap bersih dan tetap membatasi infeksi luka bakar.
3.
Lakukan komunikasi efektif
Rasional:
komunikasi
yang akbrab dan kerja sama antar pasien menghasilkan perawatan luka yang
optimal.
4.
Lakukan perawatan luka
tertutup.
Rasional
mencegah
infeksi dan mempercepat proses perbaikan kulit
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Luka bakar merupakan respon
kulit terhadap suatu rangsangan dari luar berupa suhu panas yang mengakibatkan
kerusakan jaringan dan sitem metabolisme tubuh.
Respon luka bakar terhadap tubuh bergantung pada kondisi kedalaman
dan luas luka nakar. Semakin luas cedera akan mempengaruhi respons sistemik
baik kardiovaskuler, pernapasan, kondisi cairan elektrolit, dan
gastrointestinal. Penanganan yang cepat dan tepat akan membantu memperkecil
derajat luka. Perawatan luka bakar tertutup dan terbuka membantu proses
perbaikan luka. Keberhasilan perawatan luka bakar terbuka dilakukan dengan
mempertahankan lingkungan tetap bersih dan kondusif. Penggunaan APD saat
perawatan sangat diperlukan. Para pengunjung dianjurkan menggenakan hubah dan
tidak menyentuh ranjang pasien atau memberikan makan melalui tangan pasien
secara langsung untuk meminimalkan terjadinya infeksi. Pasien yang sudah mulai
stabil keadaanmya memerlukan fisioterapi untuk mempelancar peredaran darah dan
mencegah kekauan sendi.
B. Saran
Berdasarkan
kesimpulan di atas, maka penulis mengemukakan beberapa saran :
Saran Untuk Perawat
a.
Diharapkan
seorang Perawat agar dapat lebih profesional dengan pengetahuan dan ketrampilan
yang dimiliki sehingga dapat melakuan penanganan luka bakar dengan cepat dan
tepat.
b.
Diharapkan
seorang perawat harus lebih terampil dan selalu siap dalam
memberikan pelayanan kesehatan khususnya dalam mendiagnosis suatu masalah yang
di hadapi pasiennya agar tindakan dan pengobatan cepat dan tepat sesuai
kebutuhan klien.
c.
Diharapkan
seorang perawat dalam melaksanakan tugasnya di perlukan adanya kerjasama antar
tim dan diperlukan ketersediaan prasarana yang memadai dalam meningkatkan mutu
pelayanan asuhan pada klien.
DAFTAR PUSTAKA
Arif
Muttaqin. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen. Jakarta. Salemba
Medika
DR. Sunita
Almatsia, M.SC. 2004. Penuntun Diet. PT Gramedia Pustaka Utama
Pierce A.
Grace & Neil R. Borley. 2006. At Glace Ilmu Bedah. Surabaya. Erlangga
Musliha.
2010. Keperawatan Gawat Darurat Plus Contoh Askep Dengan Pendekatan Nanda Nic
Noc. Yogyakarta. Nuha Medika
Marylin E.
Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaandan
Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Penerbit Buku Kedoketran EGC.
Jakarta
R.
Sjamsuhidajat. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta. EGC
Nanda, 2009. Pedoman Diagnosa Keperawatan
No comments:
Post a Comment